Overblog
Edit post Follow this blog Administration + Create my blog

Niumpaperheart

Niumpaperheart

Dedicated to everyone who wonders if I'm writing about them. I am


my very ordinary weekend 3

Posted by Niumpaperheart on May 7 2016, 12:55pm

my very ordinary weekend 3

Dia tertawa terkekeh melihatku berlumuran lumpur, dan aku masih menganga melihatnya “Kamu ngapain disini?” suara yang bertambah berat, terakhir aku mendengarnya berbicara ketika kelas dua SMP dimana aku pindah rumah dan melihatnya menggandeng tangan sahabatku.

Dia menyodorkan tangannya “ayo naiklah” aku menggelengkan kepala “aku belum menemukannya!” dia tersenyum kecil “apa yang kamu cari? Jambu air atau ah… Jamur Barat?” aku tersenyum padanya “aku punya banyak di rumah, jika kau mau!” aku menggeleng, aku tidak ingin menemukannya dengan mudah, justru waktu yang membuatku menghargai proses dan menikmati akhir itu bonus, sisanya adalah pelajaran.

Dia menggelengkan kepalanya, “otakmu semakin mengkerut, kau terlalu rumit, Jamur itu sudah jarang ditemukan, apalagi di kebun yang sudah digarap seperti ini, mereka tidak suka tanah yang teratur itulah kenapa mereka liar dan mahal” aku menyerah dan berusaha menggapai tangannya, kami duduk di tebing yang teduh karena dahan jambu, hari cukup terik, syukurlah aku tidak kepanasan. Dia terlihat kelelahan, aku menatapnya dan tak ada yang ingin aku sampaikan sebagai kata pembuka selain “Turut berduka atas meninggalnya bapakmu” dia mengangguk kecil, hampir tiga minggu yang lalu ayahnya terjatuh dari tebing lima meter ketika mencoba mengambil daun singkong yang ditanam didekat rumahnya, dan dasar tebing adalah bebatuan yang disulap jadi jalan seadanya, dan sudah terbayang kondisi ayah nya setelah terjatuh, dia tidak selamat sampai rumah sakit.

Yi adalah sarjana akuntansi, dia memutuskan kembali ke kampung meneruskan perkebunan ayahnya “aku sangat bahagia disini.. bekerja di kota aku habiskan untuk menghitung jam dimana aku akan pulang dan merasakan angin ini.. tak ada yang lebih aku inginkan selain tinggal disini dan membesarkan sayur-sayur dengan baik bersama keluarga kecilku” aku tersenyum, dia pria yang sama aku kenal sedari dulu, hanya saja badannya terlihat semakin tegap dan bugar.

“Kau menikahi Ren? Anakmu berapa sekarang?” dia tersenyum lebar “Ren tinggal bersama mertuaku, aku disini bersama Irma, anakku yang berusia lima tahun, dia mungkin sedang main dengan ibu sekarang, dan kau? Itu cowok yang di facebook?” aku tertegun, such a stalker! Dia tertawa terbahak-bahak “dia punya cita-cita dan impian yang besar Yi, dan sayangnya aku tidak ada di list nya.. ah aku useless.. after all this time”

“berapa lama?”

“tujuh tahun… aku perempuan yang tidak punya ambisi, baginya itu sebuah dosa, aku tidak membutuhkan lencana apa-apa Yi, aku bekerja untuk hidup dan dia sebaliknya”

Yi menggelengkan kepalanya kecil “ada waktunya lah.. setidaknya dikampung ini ada yang menganggapmu single karena pilihan bukan perawan tua atau jomblo karena nasib” aku memukul lengannya “aku akan membakar ladangmu subuh nanti” kita tertawa lepas, aku sangat merindukan pria rese ini, Yi, cinta monyetku yang kini bahagia bersama sahabatku Ren.

“tinggalkan motormu dirumahku sebelah sana” dia menunjuk rumah bamboo yang menghadap ke perkebunan sawi nya yang luar biasa luas, aku menyipitkan mata, apa maksudnya.

“Kau akan mengunjungi ua mu kan? Berjalan kaki lah, motormu aman disini.. jernihkan fikiranmu tanpa suara roda dan mesin bodoh itu” aku mengangguk pasti dan menyerahkan kunci padanya, aku berjalan meninggalkan Yi dan motor putihku bersamanya.

Aku berjalan menikmati sunyi dalam terang, hening dalam berisiknya hembusan angin, tidak ada orang, hanya bukit dengan beberapa petak perkebunan jagung, rumput dan sebuah pohon tua tanpa daun di ujung bukit, tak ada yang lebih mengganggu selain keinginanku untuk melihat wajahnya saat ini, terakhir aku menatapnya nanar dia masih terlihat sangat tampan dengan t-shirt putih itu, dengan gerakan bibirnya yang sangat aku hafal, dia mulai kehilangan banyak kata-kata setelah pembuka dan basa-basi “maafkan aku, jangan pernah merasa menyesal telah mengenalku” ucapannya adalah sebuah racun tak terlihat, menyakitiku dari dalam, membisukan mulutku, membuat sel-sel dalam otakku mati, terlalu banyak pertanyaan yang ingin aku lontarkan padanya dalam sekali ucapan, semuanya mendesak keluar dan menghasilkan hembusan tak berarti, nafasku berat, pandanganku kosong.

“tak ada penyesalan sama sekali, semoga lancar dan jadilah suami yang baik untuknya” dewi dalam tubuhku tepuk tangan, kagum atas acting dan kebohonganku agar terlihat tegar.

Setelah keputusannya untuk meninggalkanku dua bulan, dia kembali meminta maaf dan menyampaikan rencana pernikahannya.

“jangan sia-siakan selembar undangan yang indah karena ada namamu disana, aku tetap tak akan datang, bukan karena aku membencimu, hanya saja aku tidak suka melihatmu memakai jas atau baju berkilau yang berenda..” aku tersenyum mencoba mencairkan suasana, tetapi raut wajahnya tak berubah “aku harus bertemu seseorang siang ini, aku duluan” ku ambil tas dengan cepat mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan menyelipkannya di pot bunga bening berisi setengah air dan lima tangkai bunga berwarna kuning, terakhir ku menatapnya dia tak bergerak sama sekali dari tempat duduknya, aku berlalu dan keluar dari restoran dimana pertama kita memutuskan untuk berpacaran hampir tujuh tahun lalu.

Hampir dua tahun kejadian itu berlalu rasanya masih segar dalam ingatan, aku telah traveling dan liburan ke banyak tempat, melakukan segudang kesibukan dan rasanya semua itu adalah bentuk pelarian semata, aku tetap berada dalam bubble itu, dalam kenangan bersamanya.

“I mean, I hope you’re happy but the sky is still the sky without you, and I’m not surprised by that anymore” – Caitlyn Siehl, This Is Not A Love Poem.

Aku mengetuk pintu, ua duduk di kursi empuk favoritnya dekat pintu dapur, dia tersenyum, aku membuka sepatu dan coat yang sangat kotor dengan noda yang sudah kering karena perjalananku menuju rumah ini dari perkebunan Yi lumayan jauh.

Wajahnya mengernyit melihat pakain dan sepatuku yang kotor “aku baik-baik saja, aku hanya mencari sesuatu dikebun Yi tadi” dia kembali terlihat tenang dan santai meminum tehnya yang sudah hampir habis, aku duduk di sampingnya dan menyimpan gelas berisi air putih yang aku ambil sendiri.

“Yi, dia baik-baik saja? Akhir-akhir ini banyak yang meninggal selain karena tua dan sakit, dan itu mengerikan”

“dia baik-baik saja”

“syukurlah” dia menatapku dengan aneh

“apa?” jawabku

“jangan terbawa suasana, dia hanya intro”

To be informed of the latest articles, subscribe:
Comment on this post

Blog archives

We are social!

Recent posts